Oleh: Maswito
DARI berbagai sumber dijelaskan komunitas etnis Cina yang datang ke Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) berasal dari Tio chu yang sengaja didatangkan secara besar-besaran dari Malaka sebagai buruh perkebunan gambir. Mereka mulai berkembang pada masa pemerintahan Daeng Celak sebagai Yang Dipertuan Muda Riau II (1728 – 1745).
Pada masa pemerintahan Daeng Celak, kawasan Senggarang digalakkan sebagai tempat pengembangan tanaman gambir untuk komoditi ekspor. Daeng Celak memberikan kelonggaran kepada etnis Cina untuk menempati kawasan Senggarang sebagai tempat kediaman atau pemukiman mereka.
Sejak itulah, kawasan Senggarang semakin berkembang sehingga berdirilah rumah ibadah untuk orang Cina seperti vihara dan klenteng yang hingga kini masih dapat kita lihat bangunannya dan masih ramai dikunjungi.
Kemudian sebagai tempat pemukiman, kawasan Senggarang dikembangkan secara nyata baru pada masa Daeng Kamboja sebagai Yang Dipertuan Muda Riau III. Kemudian pada masa Raja Haji sebagai Yang Dipertuan Muda Riau IV, etnis Cina banyak dipekerjakan sebagai pembuat peluru/proyektil logam, dan mesiu untuk penguasa setempat.
Dengan hal itu membuat Senggarang semakin berkembang sebagai pemukiman pendatang waktu itu. Sejumlah komponen pemukiman masa lalu dapat dijumpai pada saat sekarang berupa tempat peribadatan etnis Cina dan sumur tua.
Antraksi kesenian
Di Tanjungpinang atraksi kesenian etnis Cina yang masih bertahan di antaranya tarian singa yang dikenal dengan nama barongsai, opera Cina (xìqu). Tarian ini telah berkembang pada masa Dinasti Chin sekitar abad ketiga sebelum masehi. Barongsai dan Opera Cina ini pernah berhenti pada 1965 setelah meletusnya Gerakan 30 S/PKI. Karena situasi politik pada waktu itu, segala macam bentuk kebudayaan Cina di Indonesia dibungkam.
Barongsai dimusnahkan dan tidak boleh dimainkan lagi. Perubahan situasi politik yang terjadi di Indonesia setelah tahun 1998 membangkitkan kembali kesenian barongsai dan kebudayaan etnis Cina lainnya. Banyak perkumpulan barongsai kembali bermunculan.
Kesibukan warga etnis Cina jelang Imlek
Berbeda dengan zaman dahulu, sekarang tak hanya kaum muda dari etnis Cina yang memainkan barongsai, tetapi banyak pula kaum muda pribumi Indonesia yang ikut serta.
“Karena dahulu barongsai dimusnahkan, maka sekarang harus dibuat yang baru. Kalau dulu kepala singa dibuat dari rangka bambu, sekarang kepala singa ada yang dibuat dari fiberglass. Warna barongsai pun dibuat lebih semarak dan lampu listrik yang berkerlap-kerlip dipakai sebagai hiasan,” ujar tokoh masyarakat etnis Cina di Tanjungpinang, Harsono.
Opera Cina dalam biasanya dimainkan dalam bentuk drama dan musik teater. “Ketika opera ini main sekitar tahun 1950-an, usia pemainnya sekitar 17 tahun, sekarang mereka sudah 60 tahun,” ujar Harsono disambut gelak tawa, tokoh masyarakat Cina di Tanjungpinang.
Dalam opera Cina kata Harsono ada empat yakni: Sheng (Pria), Dàn (Wanita), Hua (Wajah berlukis), dan Chou (Pelawak). Seluruh peran adalah peran pria kecuali Dàn. Sedangkan dalam opera Beijing juga terdapat empat peran utama yang pada dasarnya sama dengan peran dalam opera Cina, yaitu:
1. Sheng (Pria)
Sheng mempunyai tiga subperan yakni laosheng (karakter pria dewasa atau pria tua); xiaosheng (karakter pemuda); wusheng (karakter pria militer yang berhubungan dengan perkelahian).
2. Dàn (wanita)
Dan mempunyai tujuh sub peran yakni dan yaitu qingyi (karakter wanita sederhana dan berbudi luhur); huadan (karakter wanita genit dan penuh semangat); guimendan (karakter gadis muda yang akan berubah menjadi qingyi atau huadan); daomadan (karakter pejuang muda wanita); wudan (versi wanita dari karakter wusheng; laodan, karakter wanita tua); dan huashan (karakter campuran yang memiliki status qingyi sekaligus sensualitas huadan).
3. Jing (pria wajah berlukis)
Jing mempunyai tiga subperan yakni jing (tongchui, karakter setia yang pandai menyanyi); jiazi (karakter yang lebih kompleks dan pandai berakting); dan wujing (karakter yang mahir berkelahi dan berakrobat).
4. Chou (pria pelawak)
Chou mempunyai dua subperan yakni chou (karakter rakyat biasa seperti pembantu, pedagang, atau siswa); dan wu chou (karakter yang memiliki sedikit peran militer dan terampil dalam akrobat). Peran-peran chou biasanya mudah disukai dan tentunya lucu.
Atraksi laut potensi wisata
Sedangkan warna-warna pada Topeng Opera Beijing punya karakter dan arti sendiri. Warna merah (Guan Yu = Dedikasi, keberanian, kejujuran, dan kesetiaan); Hitam (Zhang Fei = Kekasaran dan keganasan); Putih (Cao Cao = Kecurigaan, kelicikan, menakutkan, dan pengkhianat); Kuning (Tu Xingsun = Ambisi, keganasan, dan berkepala dingin); Hijau (Zheng Wun= Impulsif, bengis, keras kepala, ketidaksabaran, dan ketiadaan pengendalian diri).
Biru (Xia Houdun = Keganasan, kekukuhan, dan kecerdikan); Ungu (Lian Po = Pengendalian diri, berkepala dingin, dan berpengalaman dalam urusuan duniawi); Cat Minimalis (Jiang Gan = Ada make up khusus bagi para chou yang disebut xiaohualian, seperti sedikit polesan kapur di sekitar hidung untuk menunjukkan karakter licik dan suka berahasia).
Musik pengiring pada opera Beijing biasanya terdiri dari sekelompok kecil ansambel perkusi dan alat musik melodi tradisional. Alat musik melodi utama adalah jinghu, sebuah biola tajam kecil dengan 2 senar dan pitch tinggi.
Yang kedua adalah yueqin, sebuah kecapi berbentuk lingkaran. Alat musik perkusinya terdiri dari daluo, xiaoluo, dan naobo. Orang yang memainkan gu dan ban, drum kecil dengan pitch tinggi dan lonceng adalah konduktor dari kelompok ansambel tersebut.
Dalam Opera Beijing ada dua jenis melodi yakni:
1. Xipi
Pada xipi, senar jinghu berada di kunci A sampai D. Melodinya sangat tidak beraturan, bersemangat, dan cepat serta tegas, mencerminkan asalnya dari opera Qinqiang di Cina barat laut yang melodinya keras dan bernada tinggi. Xipi umumnya digunakan untuk mengiringi babak yang mengisahkan kemenangan, pertarungan dan kegembiraan.
2. Erhuang
Pada erhuang, senar jinghu berada di kunci C sampai G. Ini merefleksikan gaya lagu rakyat dari Provinsi Hubei Tengah selatan yang bernada rendah, lembut, dan menyayat hati. Erhuang biasanya mengiringi babak yang mengisahkan kesedihan, cinta, dan dialog yang serius.
Berkembang
Saat ini etnis Cina berkembang di Tanjungpinang. Mereka pun hidup damai bersama etnis lainnya seperti Melayu, Batak, Jawa, Floros, Minang, Sunda, Madura, Flores dan lainnya. Mereka tak hanya terjun sebagai pengusaha, tapi juga politik dan bekerja sebagai aparatur sipil negara.
Di bidang politik ada Boby Jayanto (mantan Ketua DPRD Kota Tanjungpinang), Rudi Chua (Anggota DPRD Provinsi Kepri), Beni dan Reni (Anggota DPRD Kota Tanjungpinang, dan lainnya. Etnis Cina memberikan peran yang sangat berarti bagi pembangunan di Tanjungpinang. (Penulis: ASN di Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Tanjungpinang)
PIRAMIDNEWS.COM - Jika pada pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tingkat SMA Sederajat beberapa waktu lalu, Bupati Bengkalis Amril Mukminin melakukan peninjauan…
PIRAMIDNEWS.COM - Pengelola Badan Usaha Milik Desa (Bumdesa) Syariah Rambah Muda Jaya, Kecamatan Rambah Hilir, Rokan Hulu (Rohul) melakukan panen…